Tuesday, May 22, 2012

Bantuan ke Indonesia Memalukan Australia

Bantuan pembangunan yang diberikan oleh Australia kepada Indonesia bisa menjadi hal yang "memalukan" bagi Australia karena di masa mendatang, ekonomi Indonesia akan lebih besar. Demikian pendapat seorang ahli studi strategis Australia, Hugh White.
Dalam laporan harian The Australian hari Selasa (22/05), Prof Hugh White dari Australian National University (ANU) mengatakan dana bantuan tersebut lebih baik digunakan untuk mengirim 10 ribu warga muda Australia setiap tahunnya ke Indonesia untuk mempelajari bahasa Indonesia dan mengenal Indonesia lebih dalam.
Menurut Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia bantuan dana pembangunan untuk Indonesia untuk anggaran 2012-2013 adalah 578 juta dollar AS, bantuan terbesar dalam hubungan bilateral. Namun dalam pidatonya di Canberra, hari Senin malam, Prof White mengatakan bahwa tidak benar bantuan pembangunan ini menunjukkan solidnya hubungan antar kedua negara dan merupakan hal yang dibutuhkan agar Indonesia menjadi lebih makmur.
Menurutnya, perkiraan umum mengatakan ekonomi Indonesia akan menjadi ekonomi keempat terbesar di tahun 2040, dan akan tiga kali lebih besar dibandingkan Australia di tahun 2050. "Jadi dalam waktu dekat, bantuan pembangunan ke negara yang lebih kaya dari Australia akan menjadi hal yang memalukan." kata White.
Prof White memang mengakui bahwa bantuan pembangunan ini bisa membantu mengurangi kemiskinan di Indonesia, namun "hal tersebut tidak membantu membangun hubungan yang seharusnya ada ketika Indonesia sudah menjadi negara besar."
Masih relevan
Menanggapi pidato Prof White tersebut, Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr mengatakan bantuan tersebut sampai sekarang masih relevan. "Meskipun ekonomi Indonesia tumbuh pesat, namun separuh dari penduduk Indonesia- sekitar 120 juta jiwa - masih hidup dengan kurang dari Rp 20 ribu sehari," katanya.
Ditambahkan oleh Prof White, bantuan pembangunan ini tidak bisa dijadikan pengganti bagi pembinaan hubungan yang lebih serius dengan Indonesia. Menurutnya, sekarang ini, banyak warga Australia "sengaja" melupakan Indonesia. Ini tampak dari menurunnya minat untuk belajar bahasa Indonesia di sekolah maupun di universitas di Australia dalam 15 tahun terakhir.
Menurut laporan koresponden Kompas di Australia, L. Sastra Wijaya, minat belajar bahasa Indonesia turun 30 persen antara tahun 2001 sampai 2009. Sedikitnya 5 universitas menutup program bahasa Indonesianya dalam kurun delapan tahun terakhir. Bulan Februari lalu,para ahli bahasa Indonesia di Australia berkumpul di Perth guna membahas strategi mengatasi masalah tersebut.
"Bahasa Indonesia masih menjadi salah satu bahasa utama yang diajarkan di sekolah-sekolah, namun yang mendaftar mengalami penurunan sekitar 10 ribu murid setiap tahun," kata Prof David Hill dari Murdoch University ketika itu.

No comments: